Kompas, Kamis, 26 September 1996
PETA Mars pertama kali dibuat oleh dua astronom Jerman, Wilhelm Beer dan Johann Madler pada tahun 1840. Kemudian pada tahun 1924, Lowell dan Lick Observatorium menciptakan peta yang lebih sempurna dan berwarna.
Adanya kelengkapan data gambar yang menarik, mencetuskan keinginan untuk melakukan eksplorasi lebih jauh, khususnya berkaitan dengan kehidupan di planet merah ini. Selain itu, dibandingkan dengan planet lainnya dalam tatasurya ini, Mars lebih menunjukkan adanya evolusi kimiawi dan asal usul kehidupan.
Mars, planet keempat dari matahari yang besarnya kurang lebih setengah dari Bumi (berdiameter 6.790 kilometer), kalau dibandingkan dengan Bumi memang ada sejumlah kemiripan. Sejumlah kemiripan itu membuat para ahli berspekulasi mengenai kemungkinan adanya kehidupan di Mars.
Sejumlah kemiripan itu pernah dikemukakan oleh CP McKay tahun 1986 dalam tulisannya berjudul Exobiology and Future Mars Mission.
Mikroorganisme
Dalam simposium yang membahas biologi planet dan asal-usul kehidupan yang diadakan di Washington pada tahun 1992, para ahli telah mencanangkan lima strategi eksplorasi ke Mars sebagai tindak lanjut dari penyelidikan yang sudah dilakukan dan agar pengembangannya lebih jelas dan terarah.
Adapun lima strategi itu adalah pertama melakukan penginderaan jarak jauh menggunakan pesawat ruang angkasa untuk mendapatkan citra yang rinci. Kedua melakukan misi pendaratan di permukaan Mars.
Wahana ruang angkasa tanpa awak Mariner 4 adalah wahana ruang angkasa milik Amerika Serikat yang pertama kali mendarat di Mars tahun 1965.
Strategi ketiga, mengidentifikasi bahan-bahan organik (suatu bahan yang mengandung unsur-unsur penyusun organisme), mendeteksi adanya fosil, dan mengamati adanya sisa-sisa kehidupan.
Keempat, membawa bahan-bahan riset dari Mars ke Bumi untuk diperiksa kandungannya, seperti yang pernah dilakukan melalui misi Viking I dan II.
Dari hasil penyelidikan contoh tanah, dengan radioaktif Karbon 14 untuk mendeteksi adanya aktivitas metabolisme organisme, ternyata tidak ada tanda-tanda proses biologis dan kimiawi yang mendukung adanya kehidupan.
Tahun depan 1997, NASA akan melakukan lagi eksplorasi ke Mars untuk mengambil sampel dari Mars guna mengulangi pemeriksaan yang lebih akurat.
Strategi kelima, penjelajahan manusia ke permukaan Mars dengan tujuan menentukan sifat-sifat geologinya untuk menyimpulkan secara rinci. Strategi kelima ini bermanfaat untuk menentukan langkah-langkah eksplorasi selanjutnya dan untuk mewujudkan impian spektakuler, yaitu suatu lingkungan kehidupan yang layak huni seperti kondisi Bumi saat ini, pada abad 22.
Pada tahun 1994, NASA menemukan batu meteor yang jatuh ke Bumi kira-kira 13.000 tahun yang lalu di daerah Antartika yang diduga kuat berasal dari Mars, karena mempunyai ciri-ciri komposisi kimiawi seperti pada Planet Merah ini.
Batu meteor itu telah diteliti di Johnson Space Center NASA, hasilnya menunjukkan adanya tanda-tanda jasad hidup pionir, berupa fosil mikroorganisme yang berumur sekitar 3,6 milyar tahun yang lalu (Kompas, 9 Agustus 1996).
Evolusi ekosistem
Hasil temuan fosil jasad hidup itu bisa banyak mengungkapkan asal-usul kehidupan di Mars dan juga sekaligus sebagai perbandingan dengan asal-usul tempat hidup dan kehidupan di Bumi.
Sebagai planet ketiga di dalam tatasurya, atmosfer Bumi memiliki kandungan oksigen yang tinggi dibandingkan dengan planet yang lainnya. Dua milyar tahun yang lalu, atmosfer bumi kaya karbon dioksida dan miskin oksigen, serupa dengan kondisi Planet Jupiter saat ini.
Bila oksigen sedikit sekali, berarti proses pembentukan ozon sangat lambat, sehingga kerapatan ozon di lapisan stratosfer rendah. Dengan demikian, radiasi ultraviolet dapat dengan leluasa menembus ke lingkungan biosfer, akibatnya akan merusak atau bahkan memusnahkan jasad hidup di bumi.
Tetapi ada teori yang berbeda. Ada fenomena yang belum terungkap dengan terang. Teori itu menyatakan, justru radiasi ultraviolet itu, diduga, telah memunculkan evolusi kimia yang dengan perantaraan bahan-bahan organik dapat terjadi substansi pembentuk kehidupan pionir.
Teori itu seperti teori buah pikir Harold Urey, bahwa energi radiasi sinar kosmis dan arus listrik dari halilintar akan mengubah metana, amonia, hidrogen, dan uap air di atmosfer menjadi bahan-bahan pembentuk kehidupan. Kemudian oleh Stainley Miller, teori Harold Urey itu diujinya dengan eksperimen. Hasilnya terbentuknya asam amino yang merupakan komponen dasar protein, sedangkan protein adalah substansi dasar pembentuk jasad hidup.
Berdasarkan teori ini dan didukung dengan kondisi atmosfer yang miskin oksigen, bisa memunculkan kehidupan pionir anaerob (kehidupan makhluk hidup yang tidak membutuhkan oksigen dari udara luar).
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan awal ini bertahan di perairan. Pada tahap evolusi berikutnya, kurang lebih 600 juta tahun yang lalu organisme anaerob berkembang menjadi organisme bersel banyak, berbarengan dengan bertambahnya kandungan oksigen di atmosfer sampai kurang lebih 0,6 persen. Saat ini kandungan oksigen di atmosfer Bumi 20 persen.
Selanjutnya pada jaman Paleozoik, kehidupan mulai menempati daratan. Lalu diikuti dengan tumbuh berkembangnya tumbuh-tumbuhan yang memacu peningkatan konsentrasi oksigen. Kemantapan oksigen di atmosfer menumbuhsuburkan binatang-binatang tingkat tinggi dan akhirnya mulailah kehidupan manusia.
Kalau menengok kembali hasil temuan NASA itu, dapat diduga kehidupan di Mars telah punah karena ekosistem telah berevolusi menjadi kondisi yang tidak toleran terhadap kehidupan, akibat dari dalam sendiri ataupun dari luar seperti radiasi yang mematikan.
Dan tidak menutup kemungkinan, suatu saat dapat ditemukan bukti-bukti lain seiring dengan perkembangan eksplorasi manusia ke Mars. Tidak hanya berupa bukti adanya kehidupan masa lampau tetapi juga ditemukan jasad hidup pionir yang akan merombak ekosistemnya.
Kalaulah mungkin, entah jutaan atau milyaran tahun lagi, ekosistem Mars akan berevolusi seperti yang terjadi pada Bumi, maka pada akhirnya Bumi akan mempunyai teman planet yang dihuni makhluk hidup.
Atau malah sebaliknya, kehidupan beralih dari Bumi ke Mars karena Bumi telah hancur, akibat ulah manusia yang merusak lingkungan Bumi. Pasti umat manusia tidak menghendaki Bumi tidak bisa dihuni lagi, sehingga penghuninya menjaga lingkungannya demi kelestarian Bumi ini. Tentu kita semua berkehendak generasi berikutnya dapat hidup damai dan nyaman, di Bumi maupun di Mars. *
(Waluyo Eko Cahyono, biologiwan antariksa, staf peneliti Lapan, Bandung).
Tekan tombol BACK/KEMBALI atau: Ke Halaman Utama | Ke Daftar Artikel