Jenglot, "Monster Kecil'' yang Misterius
Beberapa tahun lalu, sekitar akhir tahun 1997, tiba-tiba saja ada "makhluk'' misterius yang jadi pembicaraan. Perawakannya kecil dengan tubuh tak lebih dari 12 cm dan rambutnya yang panjang, jarang dan kaku melewati kaki. Makhluk itu dinamakan jenglot. Kabarnya, jenglot itu bukan benda mati. Konon ia hidup, namun tak ada yang pernah tahu kapan bergerak.
Sang pemilik, Hendra Hartanto, pengusaha restoran dari Surabaya selalu hanya mendapati posisi kaki, tangan, dan kelopak mata yang sudah berubah. Konon, makhluk misterius itu selalu menghabiskan darah manusia yang dicampur minyak japaron. Namun, sekali lagi, tak ada yang tahu kapan ia menenggaknya. Menurut Hendra, dalam menyantap sajiannya itu, jenglot tak menggunakan cara seperti yang dilakukan manusia pada umumnya. Yang jelas, dalam setiap 18 jam, sebanyak 3 cc darah dan minyak wangi yang disajikan akan berkurang sekitar 50 persen sampai 60 persen.
Jenglot, karena itu bisa jadi amat misterius. Sama misteriusnya ketika Hendra menemukan makhluk aneh tersebut. Syahdan, perkenalan Hendra dengan "makhluk" aneh itu terjadi pada 1972. Ketika itu, ia bersemadi di pantai Ngliyep, Malang, Jawa Timur. Dalam keadaan setengah sadar, ia merasa ada sosok yang menghadiahinya dengan Bethoro Kapiwiro dan Bethoro Katon. Beberapa bulan kemudian, dengan cara serupa, dan di tempat itu pula, Hendra mendapatkan Jenglot dan Bethoro Kapiworo. Namun kata Hendra, mereka memiliki asal-usul berbeda. Jenglot dan Bethoro Kapiworo merupakan jelmaan pertapa sakti yang kualat. Sedangkan Bethoro Katon dan Bethoro Kapawiro adalah kera sakti yang dikutuk. Namun mereka semua, menurut Hendra, hidup dan punya mistik.
DNA Manusia
Hendra bahkan berani menyebut "temuannya'' itu sebagai manusia. Menurut cerita yang dia susun, jenglot pada masa ribuan tahun lalu adalah manusia (seorang pertapa) yang tengah mempelajari ilmu Bethara Karang. Ilmu Bethara Karang diyakini sebagai ilmu keabadian. Artinya, setiap orang yang memiliki ilmu tersebut akan hidup abadi di dunia. "Namun, akibat kutukan, jasad jenglot tidak diterima di dunia sedangkan rohnya tidak diterima di akherat. Maka roh tersebut seperti terpenjara dalam jasad kecil ini," kata Hendra. Setelah itu, sang pertapa menjadi emosional dan merasa sebagai jawara. Tak pelak, tubuhnya pun menyusut, hingga akhirnya mengecil. Empat taring kemudian tumbuh memanjang, tak sebanding dengan lebar mulutnya. Katanya, itu sebagai lambang keganasan dan sifat liar sang "monster''.
Melihat dari dimensi realita, jenglot kini memang hanya tinggal mumi. Namun, ia masih memiliki energi, di mana rambut dan kuku jari terus memanjang. Bahkan, posisi kaki dan tangan pada saat-saat tertentu akan berubah. Jika menyimak dari sisi nonrealita, maka jenglot memiliki energi yang bisa dirasakan melalui kekuatan supranatural. "Jadi, masih tersisa energi dalam jasadnya yang beku,'' ujar Hendra.
Jenglot sendiri, sebenarnya hanya istilah atau sebutan. Menurut Hendra, pihaknya juga tidak tahu kata itu diperoleh dari hasil "menayuh". Namun, dia tak mengetahui pasti, dari bahasa Sansekerta atau Jawa Kuno asal kata tersebut. Jenglot, lanjut dia, hanya julukan, sama halnya ketika manusia menyebut "vampire'' atau "drakula''.
"Dia sebenarnya memiliki nama, tapi saya nggak bisa menyebutnya di sini. Sebab, nama itu merupakan password.''
Masih menurut si penemu, jenglot merupakan peninggalan sejarah yang berumur 3.112 tahun. Selama ini, jenglot sempat ikut dalam pameran Gelar Benda Pusaka Jenglot di Plasa Metro Sunter, dan Plaza Sentra Buana. Ia dipamerkan bersama tiga "makhluk aneh'' lainnya, yakni Bethara Kathon, Begawan Kapiworo, dan Begawan Kapawiro.
Namun, cara perolehan keempat "mumi'' itu tak sama. Bethara Kathon dan Begawan Kapiworo diperoleh dari "seseorang'' saat dia bersemadi di Pantai Ngliyep. Beberapa waktu kemudian seorang paranormal melimpahkan Jenglot dan Begawan Kapawiro kepadanya. Keempatnya juga memiliki energi, hidup, dan mistik. Tapi, apa pun hasil penelitian nanti, benarkah sesuatu bisa disebut manusia (meskipun hanya "mumi''), jika tak memiliki kelengkapan organ sebagai makhluk hidup (manusia), seperti jantung, paru-paru, dan tulang?
Dalam pameran, yang disebut "jenglot" sendiri - tergantung dari sudut mana
dan dengan perspektif macam apa Anda memandangnya - bisa dilihat seperti boneka,
mungkin dari acrylic atau bahan sintetis lain, dipajang dalam kotak kaca.
Kalau melihatnya dari sudut lain, yakni dari sudut dan dunia simbolik
kalangan para dukun, "jenglot" dikatakan sebagai "mummy" yang konon berusia 300
tahun. Menurut Abas Soegiono, "jenglot" ditemukan saat sejumlah paranormal alias
dukun melakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur tahun 1972.
"Jenglot" yang dipamerkan waktu itu ada empat, masing-masing disebut sebagai "Jenglot", yang konon berjenis kelamin lelaki dan konon pula bisa membantu mengamankan pemiliknya dari segala macam bahaya. Yang lain lagi adalah Bethoro Karang, pria juga, konon bisa membantu kelancaran usaha, menjaga keselamatan, dan lain-lain. Lalu Bethoro Katon, konon berjenis kelamin wanita, di mana selain membantu melancarkan usaha juga bisa dipakai sebagai "pengasih". Yang terakhir, Begawan Kapiworo, katanya penjelmaan kera putih, ada hubungan dengan Anoman, mempunyai padepokan Kendali Sodo. "Jenglot" sendiri menurut Abas adalah benda mati, bukan mahluk hidup. Meski "jenglot" bukan mahluk hidup, tetapi daya spiritual "jenglot" tetap hidup. Karena itu "jenglot harus diberi makan". Makanan "jenglot" adalah darah berjenis O dan minyak wangi. Abas menyebut merk minyak wangi yang katanya mudah didapat di pasar.
Ahli Forensik FKUI-RSCM: Jenglot Bukan Manusia
Jenglot pernah diperiksa dr Budi Sampurna DSF di Bagian Forensik RSCM. Benda sepanjang 10,65 cm, menyerupai boneka menyeramkan itu memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan dan kaki serta rambut terurai sepanjang 30 cm. Ukuran masing-masing tampak proporsional. Hanya saja, ukuran kuku-kuku jarinya serta taring sangat panjang. Taring mencuat hampir sepanjang ukuran kepala, kuku juga panjang dan meruncing hingga bukan tidak mungkin membuat bulu kuduk penonton berdiri.
"Setiap 35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu tetes darah dicampur minyak javaron seperti kalau banyak orang memberikan sesaji berupa kembang atau kemenyan," kata Hendra. Tak ada yang tahu apakah darah tersebut benar-benar diminum atau tidak oleh mahkluk seberat 37,2 gram itu. Menurut Hendra, dalam tubuh Jenglot masih terdapat kehidupan.
Tanda kehidupan itu, menurutnya, dapat dilihat dari bola matanya yang bisa
berpindah setiap saat serta rambut dan kukunya yang memanjang. Benarkah Jenglot
dan kawan-kawannya itu masih hidup atau setidaknya pernah hidup? Hendra dengan
berani mengajukan "tantangan" agar para ahli kedokteran menelitinya secara
objektif.
Tampaknya gayung bersambut. Pihak forensik RSCM tertarik untuk
meneliti "kemanusiaan" Jenglot. Tentu saja bukan berdasarkan ilmu klenik, tapi
secara medis berdasarkan ilmu pengetahuan. Maka pada hari Kamis, 25 September
1997 siang, makhluk Jenglot dibawa ke RSCM untuk diperiksa secara medis. Ruang
Forensik dan ruang Rontgent RSCM mendadak penuh sesak pengunjung.
Mereka terdiri dari paramedis, mahasiswa kedokteran, wartawan dan sejumlah pengunjung RS yang tertarik melihat kedatangan jenglot yang ditaruh dalam kotak kayu berukir itu.
Ahli Forensik FKUI-RSCM, Budi Sampurna DSF mengatakan, pemeriksaan Jenglot
dengan latar belakang seperti yang telah diketahui masyarakat luas merupakan
tantangan menarik bagi dunia kedokteran untuk membuktikannya dari segi keilmuan.
Menurut dr Budi, guna membuktikan kemanusiaan jenglot, maka akan dilakukan
deteksi dengan alat rontgent untuk mengetahui struktur tulangnya serta
pemeriksaan bahan dasar kehidupan seperti C,H,O atau proteinnya.
Untuk
keperluan tersebut, ahli forensik mengambil sampel dari bahan yang diduga
sebagai kulit atau daging Jenglot serta sehelai rambutnya. Pengambilan sampel
dilakuan sendiri oleh Hendra yang saat datang ke RSCM membawa serta tiga batang
hio. "Untuk jaga-jaga, jangan-jangan ada yang kena sawab-nya (pengaruh),"
katanya perihal hio.
Dokter Djaya Surya Atmaja kemudian memotret dan mengukur berbagai bagian "tubuh" Jenglot. Setelah itu dokter spesialis Radiologi, dr Muh Ilyas memeriksa jenglot menggunakan sinar X. Dalam pemerikasaan lebih lanjut Hendra menolak barang koleksinya dibedah. Alasannya, jasad Jenglot akan rusak. "Akibat tidak baik bagi kita semua," katanya.
Usai pemeriksaan ternyata hasilnya menyatakan jenglot tak memiliki struktur tulang. Hasil rontgent yang disaksikan puluhan wartawan, paramedis, mahasiswa praktek, ternyata hanya menampilkan bentuk struktur menyerupai penyangga dari kepala hingga badan. Selain itu terlihat juga jaringan kuku dan empat gigi selebihnya tak ada. "Ada bagian jaringan serupa daging, namun kita belum bisa memastikan apakah itu daging atau bahan lainnya," kata dr Muh Ilyas.
Guna mendapat hasil lebih mendetail, maka Jenglot diteliti dengan CT Scan. Ternyata Jenglot tidak memiliki struktur seperti manusia kendati kenampakan luar menyerupai manusia. Kini pihak Forensik FKUI-RSCM masih meneliti sampel kulit/daging serta rambut Jenglot untuk mengetahui golongan darah, DNA-nya. "Memakan waktu sekitar tiga minggu," katanya. Menanggapi hasil tersebut, Hendra mengatakan, "Apa pun hasilnya kita harus terima dong," katanya.
Majalah Gatra, Nomor 52/III, 15 November 1997 memberikan laporannya mengenai Jenglot. Penelitian yang dilakukan Dokter Djaja Surya Atmaja, PhD, dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa contoh kulit Jenglot yang diperiksa memiliki karakteristik sebagai DNA (deoxyribosenucleic acid) manusia. "Saya kaget menemui kenyataan ini," kata Djaja, doktor di bidang DNA forensik lulusan Kobe University, Jepang, 1995. Namun Djaja menolak anggapan seolah ia mengakui Jenglot sebagai manusia. "Tapi sampel yang saya ambil dari Jenglot menunjukkan karakteristik manusia," katanya. Adapun sampelnya berupa sayatan kulit Jenglot berukuran setengah luas kuku, yang mengelupas dari lengannya. Contoh kulit itulah yang kemudian ditelitinya di Laboratorium RSCM atas prakarsa dan biaya pribadi. Spesimen seirisan kulit bawang itu kemudian diekstraksi agar DNA-nya keluar dari inti sel. DNA merupakan material genetik berupa basa protein panjang yang membangun struktur kromosom. Pada inti sel manusia terdapat 23 pasang kromosom. Masing-masing bisa dipenggal-penggal menjadi banyak lokus, satu unit yang membangun sifat bawaan tertentu. Djaja memeriksa DNA Jenglot pada lokus nomor D1S80 dari kromosom 1 dan HLA-DQA1 dari kromosom 5, serta lima lokus khusus lain dengan teknik PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan HLA-DLA-DQA1 memberikan hasil positif. Artinya, spesimen Jenglot itu berasal dari keluarga primata -bisa monyet, bisa pula manusia. Namun dari penyelidikan atas lokus D1S80, Djaja mendapat kepastian bahwa sampel DNA itu berkarakteristik sama dengan manusia. Temuan mengejutkan itu diperkuat dengan kajian mesin PCR. "Hasilnya begitu, saya harus bilang apa," kata satu-satunya ahli DNA forensik Indonesia berusia 37 tahun itu. Hendra Hartanto gembira mendengar hasil penelitian Djaja. "Ini menyangkut peninggalan sejarah yang berumur 3.112 tahun," katanya ketika ditemui Gatra di pameran Gelar Benda Pusaka Jenglot, di Plaza Metro Sunter, Jakarta Utara waktu itu.
Dokter Budi Pramono, yang pernah merontgen Jenglot, terkejut mendengar hasil penelitian Djaja Surya. "Mirip bagaimana? Harus jelas. Saya kok kurang percaya. Nanti saya akan mengkonfirmasikan langsung ke Dokter Djaja," katanya. Yang pasti, Budi tak percaya jika Jenglot dianggap hidup. "Makhluk hidup itu perlu makan dan bernapas. Lalu strukturnya perlu tulang, jantung, paru, dan lain-lain. Jenglot tak mempunyai itu semua," katanya. Untuk menjelaskan sosok Jenglot secara lengkap, kata Budi, perlu diteliti lebih jauh struktur anatominya, aspek mikroskopis jaringannya, bahkan enzim yang ada di tubuhnya. Pimpinan RSCM sempat tertarik untuk meneliti Jenglot. Namun setelah Budi melaporkan bahwa Jenglot tak memiliki kelengkapan organ sebagai makhluk, niat itu surut. Jenglot dianggap seperti karya mistik lainnya yang tak mengandung tantangan ilmiah. Sampai kemudian Djaja Surya menguji DNA dari kulit lengannya, yang ternyata berkarakteristik manusia. Tapi Djaja pun tak memutlakkan temuannya. Bisa saja penyelidikannya meleset karena sampelnya terkontaminasi. "Misalnya, kulit Jenglot sebelumnya terkena olesan darah manusia," katanya.
Waktu Jenglot dipamerkan, seorang bapak yang mengaku dari Salatiga yang
bertanya, "Bisakah jenglot berkembang biak?''
Pertanyaan itu semata-mata
berpangkal dari kekhawatirannya jika "makhluk ganas'' (karena makanannya darah)
itu makin banyak. Tetapi Hendra menepis kekawatiran itu. Menurut dia, jenglot
hanya hidup secara gaib (roh). Artinya, "kehidupan'' yang dimiliki bukan seperti
kehidupan makhluk hidup. Sebab, secara fisik jenglot sebenarnya sudah mati
(mumi). "Namun, dalam kematiannya itu dia masih memiliki kekuatan,'' ujarnya.
Karena itu, dia mempersilakan orang yang memiliki tenaga dalam untuk membuktikan
keberadaan "energi'' itu.
''Energi yang terkandung di dalam jenglot betul-betul besar, sampai saya terpental beberapa meter. Padahal, saya sudah mengerahkan kemampuan tenaga dalam untuk meremukkannya, namun ternyata tak mampu. Wah, betul-betul luar biasa,'' tutur salah seorang pengunjung yang tak mau disebut namanya, setelah menjajal energi yang tersimpan di jenglot yang dipamerkan di Ruang Pamer Pasarraya Sri Ratu Jalan Pemuda Semarang.
Memang, banyak pengunjung yang kurang percaya jenglot itu mempunyai energi supranatural. Namun, bagi pengunjung yang mempunyai ilmu tenaga dalam atau tenaga supranatural, baru akan mempercayainya mumi mini tersebut mempunyai energi yang besar. Sampai-sampai mampu melemparkan pengunjung yang menjajal-nya.
Beberapa pengunjung yang lain yang memiliki ilmu tenaga dalam ketika menguji juga mengalami nasib serupa, terpental. Namun ada juga pengunjung yang memang tak dibekali dasar-dasar ilmu tenaga dalam, ketika mau membuktikan energi jenglot oleh panitia dengan terpaksa tidak diperkenankan. ''Jangankan diremas oleh orang tua, oleh anak kecil pun jenglot pasti remuk,'' tutur Yehana SR, salah seorang panitia pameran.
Tidak hanya itu, kabar jenglot yang diduga mempunyai unsur DNA manusia dan energi supranatural juga telah mendunia. Buktinya, salah seorang pakar foto aura dari Belanda, yakni Ny Adri Bojoh Knijn, secara khusus datang ke Ruang Pamer Jenglot untuk mendeteksi keberadaan energi jenglot tersebut dengan alat foto aura.
Hendra Hartanto pemilik benda tersebut menjelaskan, soal asal-usul jenglot
tersebut manusia atau bukan, tergantung pada kepercayaan. Karenanya, jika ada
pihak lain yang mempercayai benda tersebut bukan merupakan jasad manusia sah-sah
saja. Sedangkan soal penelitian DNA, pihaknya berencana akan melakukan pengujian
ke Singapura dan Jepang.
Banyak pula pengunjung yang meragukan jenglot
sebagai makhluk mati yang mempunyai energi. Misalnya, kapan jenglot memindahkan
tangan atau kakinya. Mulai hari pertama hingga kelima dipamerkan, empat
''pertapa sakti'' tersebut tetap dalam posisi semula: tangan tertekuk di depan
dada, kedua kaki lurus-sejajar, dengan kedua mata terbuka.
''Katanya hidup,
kok nggak bisa berkedip-kedip?'' tanya seorang pengunjung.
Terhadap pertanyaan itu, Hendra menjelaskan, jenglot memang tak bisa berkedip. Namun, meskipun belum pernah memergoki, dia sering mendapati posisi kelopak mata yang berubah. ''Suatu saat, posisi kelopak mata terbuka lebar, tapi saat yang lain akan menurun. Saya memang belum pernah memergoki, tapi pernah mendapati kelopak mata dalam kedua posisi seperti itu,'' ucapnya mencoba meyakinkan para pengunjung.
Dia menambahkan, yang dimaksud hidup dari jenglot bukan hidup seperti halnya manusia. ''Jenglot itu mumi, dan 'kehidupannya' ada dalam kematiannya itu. Jenglot hanya hidup secara gaib (roh).''
Dari Petir
Sri Ningsih, paranormal di Jl Petek, Darat Nipah Selatan No 177A Semarang, mengatakan, jenglot memang memiliki kekuatan atau energi. Jadi nggak ada unsur rekayasa. ''Namun saya berbeda pendapat dari Hendra mengenai asalnya. Menurut saya, jenglot itu berasal dari petir yang dipegang dan di-sabdo oleh tiga wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, dan Sunan Giri,'' tuturnya.
Mereka menganggap petir kurang ajar karena menyambar-nyambar saat ketiga wali berjalan-jalan. Karena itu petir ditangkap, kemudian di-sabdo. Karena berasal dari petir, maka jenglot memilki aliran listrik besar. ''Secara fisik, jenglot berbentuk manusia, tapi sebenarnya dia itu jin. Setelah saya negosiasi, makanan jenglot bisa tanpa darah manusia, tapi cukup dengan minyak japaron,'' tuturnya.
Sedangkan Harwanto, pengunjung asal Pedurungan, mengaku tertarik melihat jenglot, karena katanya termasuk manusia dan hidup. ''Tapi ketika saya datang, berkedip pun dia tak bisa. Kalau demikian, jenglot tak ubahnya seperti benda pusaka lain, yaitu keris batu akik. Apalagi sesajiannya darah dan minyak wangi,'' paparnya. (Disarikan dari berbagai sumber)